Peningkatan persepsi
pangan alternatif berbasis komoditas lokal untuk menunjang ketahanan pangan
KIKI FIBRIANTO,
STP.MPhil. PhD
Abstrak
Diversifikasi pangan merupakan salah satu alternatif
cara yang bisa ditempuh untuk mewujudkan ketahanan pangan. Sesuai dengan PP
nomor 68 tahun 2002, diversifikasi pangan didefinisikan sebagai upaya untuk
meningkatkan konsumsi pangan yang beraneka ragam dengan tetap mengedepankan
prinsip gizi seimbang. Penganekaragaman konsumsi pangan ini bertujuan untuk
mengurangi konsentrasi konsumen terhadap satu macam produk pangan sehingga
tidak hanya mengurangi beban produksi komoditas pangan tertentu, tetapi juga
akan mampu mendorong terjadinya pasar baru terhadap komoditas pangan
alternatif.
Indonesia sebagai
bangsa yang sebagian besar masyarakatnya sangat tergantung pada beras sebagai
makanan pokok sumber karbohidrat. Seiring dengan kenaikan jumlah populasi
penduduk sekitar 1.5% per tahun dalam dua dekade terakhir, kebutuhan akan
konsumsi beraspun meningkat. Meskipun secara nasional produksi beras meningkat
dari 52 juta ton menjadi 71 juta ton dalam satu dekade terakhir, Indonesia
masih melakukan impor beras sebesar 1.8 juta ton sepanjang tahun 2012.
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan
ketersediaan bahan pangan, terutama bahan pangan pokok perlu dilakukan
diversifikasi pangan yang continue dan
sustainable. Hal ini perlu
dilakukan tidak hanya untuk mengurangi beban impor negara akan tetapi juga
memberikan manfaat kesehatan bagi masyarakat. Masyarakat perlu disadarkan bahwa
konsumsi pangan non-beras dapat membantu penurunan prevalensi diabetes. Beras
memiliki glycemic index (GI) diatas 85% sedangkan jagung dan umbi-umbian
memiliki GI dibawah 60%. Oleh karena itu konsumsi pangan non-beras dapat
membantu mencegah diabetes atau paling tidak menurunkan prevalensi diabetes.
Meskipun demikian, bukan berarti konsumsi beras harus ditiadakan. Mengingat
masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan nasi sebagai makanan pokok, yang
paling mungkin dilakukan adalah dengan mengkombinasi menu yang memungkinkan
untuk mengkonsumsi bahan pangan substitusi. Di sini yang perlu ditekankan
adalah pentingnya “food combining”
dan “food diversification”untuk
tidak hanya menurunkan beban impor beras, tetapi juga menurunkan angka
prevalensi diabetes Indonesia.
Meskipun kombinasi
dan diversifikasi pangan merupakan langkah yang bisa diambil untuk menjaga ketersediaan
beras nasional, secara praktis masyarakat Indonesia masih sangat sulit
meninggalkan kebiasan mengkonsumsi beras. Seiring dengan meningkatnya status
pendidikan masyarakat secara umum, perlu dikampanyekan tentang pentingnya
kombinasi dan diversifikasi pangan. Telah banyak penelitian untuk menciptakan “rice substitute” atau “artificial rice”, akan tetapi
penerimaan pasar masih belum bisa optimal. Hal ini selain disebabkan oleh
faktor harga yang umumnya lebih mahal dari beras asli, secara organoleptik
beras tiruan dari sumber karbohidrat alternatif tidak sama dengan dengan beras
asli. Oleh karenanya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi
hal ini. Salah satunya adalah dengan melakukan optimasi proses produksi beras
tiruan baik untuk formulasi, aplikasi teknologi proses serta kualitas
sensorisnya. Penting untuk diapresiasi bahwa perbedaan atribut sensoris dari
sumber karbohidrat non-beras merupaka potensi untuk terus digali dan
dikembangkan untuk meningkatkan variasi serta pilihan konsumsi bahan pangan
pokok.
No comments:
Post a Comment