Translate

Ad

Thursday, July 2, 2020

Full Paper: OPTIMASI PRODUKSI MINYAK KELAPA MELALUI FERMENTASI BUBUR DAGING BUAH KELAPA (Cocos nucifera L) menggunakan S.cereviceae


OPTIMASI PRODUKSI MINYAK KELAPA MELALUI FERMENTASI BUBUR DAGING BUAH KELAPA (Cocos nucifera L) menggunakan S.cereviceae

Willy Pranata Widjaja dan Bonita Anjarsari
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan
Jl. Dr. Setiabudhi 193 Bandung 40153
e-mail : wpranata2001@yahoo.com

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pemanfaatan keseluruhan daging buah kelapa dalam pembuatan minyak kelapa secara fermentasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan perbandingan kelapa dan air, kecepatan pengadukan dan konsentrasi inokulum  S. cereviceae terhadap kuantitas dan kualitas minyak yang dihasilkan dari bubur daging kelapa dengan metode fermentasi.  Tahapan proses meliputi pembuatan starter dan penentuan umur  S. Cereviseae, inokulasi, fermentasi, dan filtrasi. Produk terbaik dicapai pada konsentrasi inokulum 14% dengan kecepatan pegadukan 200 rpm dan menghasilkan rendemen sebesar 35,77%. Waktu optimum pembiakan starter adalah 30 jam dengan jumlah sel 185 x 105 sel/ml. Lama fermentasi memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen.



PENDAHULUAN

Minyak kelapa sering dipergunakan sebagai bahan baku industri dan pembuatan minyak goreng. Mengingat kebutuhan minyak kelapa di Indonesia terus meningkat, maka perlu dilakukan berbagai cara untuk memproduksi minyak kelapa sebanyak-banyaknya. Teknik pembuatan minyak kelapa yang baik dapat meningkatkan dan menjaga kualitas dan kuantitas minyak yang dihasilkan (Rindengan, dkk., 2005). Teknologi terbaru pembuatan minyak kelapa saat ini adalah dengan cara fermentasi dan enzimatik.  Pembuatan minyak kelapa dengan cara fermentasi merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah pada cara tradisional yang dilakukan pengembangan melalui perbaikan metode, peralatan dan penggunaan sistem untuk pengendalian proses sehingga diharapkan dapat mengoptimalisasikan produk, baik kualitis maupun kuantitas. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme sebagai inokulum seperti bakteri dan khamir. Pembuatan minyak kelapa secara fermentasi ini dapat dilakukan dalam skala besar maupun rumah tangga. Cara fermentasi memiliki beberapa keuntungan pokok yaitu efektivitas dalam tenaga, waktu relatif singkat dan biaya tidak terlalu tinggi serta tidak butuh peralatan yang rumit. Minyak kelapa yang dihasilkan lebih banyak dan warnanya lebih jernih. Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi minyak kelapa secara fermentasi di antaranya pH, konsentrasi inokulum, suhu, bahan baku kelapa, dan lamanya fermentasi. Sehingga perlu dilakukan pengkajian untuk mendapatkan kondisi optimal proses sehingga dihasilkan jumlah dan kualitas minyak kelapa yang lebih optimal (Sukmadi dkk., 2002).
Ekstraksi minyak kelapa dengan cara fermentasi oleh S. cereviceae dengan bahan dasar santan kelapa diperoleh hasil 34,3-37,9%. Hasil ekstraksi dapat maksimal jika seluruh bagian kelapa dapat dimanfaatkan secara optimal. Namun, sampai saat ini proses pembuatan minyak kelapa, baik pada industri skala besar atau kecil ataupun pada lembaga penelitian, diperoleh dari bahan santan hasil pemerasan kelapa dan sisanya berupa ampas kelapa dibuang. Pembuatan minyak kelapa dari daging buah kelapa berupa bubur buah daging kelapa diharapkan dapat menghasilkan minyak secara maksimal (Sukmadi dan Nugroho, 2002).
Pada penelitian ini, fermentasi bubur daging buah kelapa menggunakan S. cereviceae karena jenis khamir ini memiliki potensi untuk menghasilkan enzim-enzim penghidrolisis makromolekul terutama karbohidrat, protein, selulosa, hemiselulosa, dan pektin yang mengikat globula-globula lemak dalam buah kelapa. S.cereviceae dapat memecah emulsi pada bubur buah kelapa sehingga lemak atau minyak dapat berpisah. Karbohidrat terfermentasi sebagai penyedia energi dan sumber karbon untuk biosintesis, protein yang cukup untuk sintesis protein, garam mineral, dan faktor tumbuh lainnya sehingga diperoleh lemak (Umbreit, 1959 ; Rindengan, 2005).




METODOLOGI

Bahan dan Alat
             Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian adalah buah kelapa tua varietas genjah, air, biakan murni S. cereviceae diperoleh dari koleksi Laboratorium Mikrobiologi Institut Teknologi Bandung. Starter (media cair) yang digunakan pertumbuhan S. cereviceae adalah YGA yang terdiri dari 2% glukosa, 1% pepton, 0,5% yeast extract, air kelapa dan aquades. Bahan kimia yang digunakan adalah Na2SO4, KI, indikator kanji, CHCl3, KOH, alkohol 95%, dan HCl 0,5N.
             Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminar air flow cabinet, autoklaf, inkubator, sentrifuge, shaker, counting chamber, neraca elektrik, blender, corong, buret, labu erlenmeyer 250 ml, pipet volumetrik 10 ml, gelas ukur 100 ml, gelas kimia 1 L, jarum ose, dan bunsen.

Metode Percobaan
Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan dilakukan tahapan-tahapan pemeliharaan kultur starter, pembuatan starter dan penentuan jumlah sel optimum S.cereviceae serta penentuan perbandingan daging buah kelapa dengan air kelapa.

Pemeliharaan Kultur Starter
Biakan murni S. cereviceae diremajakan pada agar miring (media YGA), yang selanjutnya diinkubasi pada suhu 30 0C selama 48 jam. S. cereviceae pada media YGA ini menjadi stok kultur yang diregenerasi dan akan digunakan pada pembuatan starter. Bahan-bahan pembuat media tersebut terbuat dari campuran 2% glukosa, 1% pepton, 0,5% yeast ekstrak, 1,5% agar bacteriological 95% aquades, kemudian disterilisasi pada suhu 121 0C dan tekanan 1 atm selama 15 menit, lalu dimiringkan hingga membeku (Elevri, 2006).

Pembuatan Starter dan Penentuan Umur S. cereviceae
Pembuatan media cair YGA yaitu dengan cara mencampurkan bahan-bahan seperti 2% glukosa, 1% pepton, 0,5% yeast extract, 50% air kelapa, 46,5% aquades ke dalam gelas kimia lalu dipanaskan sampai tercampur rata. Setelah tercampur rata pindahkan ke dalam erlenmeyer 1L kemudian tutup dengan kapas lalu disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah sterilisasi selesai media cair tersebut didinginkan sampai suhu 27oC. Setelah dingin media tersebut siap digunakan untuk pembuatan starter.
Biakan murni S. cereviceae diinokulasi pada media cair YGA. Kemudian diinkubasi pada suhu 30 0C dan dihitung jumlah sel selama  28 jam setiap selang waktu 2 jam (hingga mengalami penurunan jumlah sel pada S. cereviceae) dan diperoleh waktu pertumbuhan jumlah sel yang optimum.

Penentuan Perbandingan Daging Buah Kelapa dengan Air Kelapa
             Daging buah kelapa yang telah dibersihkan dilakukan pengepingan, selanjutnya dilakukan 3 variasi perbandingan yaitu 1 : 2; 1 : 4 dan 1 : 6.  Kemudian dilakukan penghancuran menggunakan blender selama 10 menit sehingga diperoleh bubur daging buah kelapa yang dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditutup menggunakan kapas (Anjasari, 2003).
             Bubur buah kelapa dengan masing-masing perbandingan di atas ditambahkan konsentrasi starter  S. cereviceae sebanyak 14% dan dilakukan fermentasi selama 24 jam (Doloksaribu, 2010) pada suhu inkubasi 30oC dengan kecepatan pengadukan 200 rpm. Bubur daging buah kelapa tersebut kemudian disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 2000 rpm sehingga diperoleh minyak, air, dan endapan. Perlakuan dengan perolehan rendemen minyak tertinggi digunakan dalam penelitian utama.

Penelitian Utama
             Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi starter dan waktu fermentasi, serta interaksinya terhadap karakteistik minyak kelapa yang dihasilkan. Analisis yang dilakukan adalah analisis fisik yaitu rendemen dan analisis kimia meliputi: bilangan peroksida, asam lemak bebas (FFA), angka penyabunan, dan bilangan iod.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Umur Pertumbuhan S. cereviceae
Penentuan umur pertumbuhan S. cereviceae bertujuan untuk mengetahui jumlah sel yang maksimum selama 2 jam sekali pada pertumbuhan S. cereviceae dalam media cair YGA . Hasil analisis jumlah sel S. cereviceae pada starter dilakukan dengan menghitung jumlah sel dengan metoda Petroff-Hausser. Hasil perhitungan jumlah sel pada starter didapat dengan waktu optimum yaitu 22 jam, jumlah sel berkembang pesat yaitu mencapai 180 x 106  sel/ml dan pada waktu ke 26 jam jumlah sel mengalami penurunan, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

 
                                             Gambar 1. Kurva Pertumbuhan S. Cereviceae

Berdasarkan kurva pertumbuhan S. cereviceae di atas pada jam ke-0 sampai jam ke-2 pertumbuhan sel mengalami fase adaptasi. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah sel pada fase ini mungkin tetap, tetapi terkadang menurun. Lamanya fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Pada jam ke-2 sampai jam ke-4 pertumbuhan sel berada pada fase pertumbuhan awal, karena pada fase ini sel mulai membelah dengan kecepatan yang rendah. Pada jam ke-4 sampai jam ke-12 pertumbuhan sel berada pada fase pertumbuhan logaritmik, karena pada fase ini sel mulai membelah dengan cepat dan konstan. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH, kandungan nutrien, kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembapan udara. Pada jam ke-12 sampai jam ke-16 pertumbuhan sel berada pada fase pertumbuhan lambat, karena pada fase ini sel mengalami pertumbuhan diperlambat, hal ini disebakan karena zat nutrisi dalam medium mulai berkurang. Pada jam ke-16 sampai jam ke-22 pertumbuhan sel berada pada fase pertumbuhan tetap (statis). Pada fase ini ukuran sel menjadi  lebih kecil karena setiap sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah mulai habis. Pada jam ke-24 pertumbuhan sel berada pada fase menuju kematian. Pada fase ini jumlah sel mengalami penurunan, hal ini disebabkan nutrien dalam medium sudah habis (Fardiaz, 1992). Waktu diperlukan untuk meningkatkan ketahanan sel selama penyimpanan, perlu disimpan dalam media yang mengandung nutrisi. Terlalu lama waktu penyimpanan maka kebutuhan nutrisi untuk hidup tidak terpenuhi. Tanpa adanya nutrisi, maka proses metabolisme S. cereviceae dalam menghasilkan enzim kurang aktif, sehingga mengakibatkan jumlah sel mengalami penurunan (Elevri, dkk., 2006).

Penentuan Perbandingan Daging Buah Kelapa dengan Air
Penentuan perbandingan daging buah kelapa dengan air bertujuan untuk menghasilkan rendemen minyak tertinggi. Rendemen minyak kelapa merupakan perbandingan antara minyak kelapa yang dihasilkan dengan bubur daging buah kelapa yang digunakan dan dinyatakan dalam %b/b.
Pengenceran dengan menambah air pada proses penghancuran daging buah kelapa bertujuan untuk mempercepat proses penghancuran sel-sel jaringan buah kelapa, selain itu air yang ditambahkan dapat mengaktifkan enzim-enzim yang terdapat dalam daging buah kelapa (amilase, lipase, protease). Akibatnya bahan organik berstruktur sederhana (senyawa makromolekul) akan terekstraksi keluar dari buah kelapa yang telah hancur karena perbedaan tekanan osmosis di dalam dan di luar sel. Semakin banyak air yang ditambahkan, maka semakin banyak senyawa molekul dan enzim yang terekstraksi keluar (Winarno, 1997).
Perlakuan yang dilakukan pada percobaan pendahuluan adalah perbadingan daging kelapa dengan air yaitu 1 : 2, 1 : 4, dan 1 : 6 b/v dalam pembuatan bubur daging buah kelapa yang di fermentasi oleh starter S.cereviceae dengan konsentrasi 15% pada suhu 300C, selama 24 jam dengan kecepatan pengadukan 200rpm. Berdasarkan perlakuan tersebut dilakukan untuk menentukan rendemen minyak yang dihasilkan dari masing-masing perlakukan. Hasil dari rendemen minyak kelapa yang diperoleh dari setiap perlakuan dapat dilihat padaTabel 1.

Tabel 1.       Hasil rendemen minyak yang dihasilkan dari perbandingan daging buah kelapa dan air
Perbandingan Daging Buah Kelapa dengan Air
Rendemen Minyak (%)
1 : 2
20,22
1 : 4
27,73
1 : 6
29,98
Hasil analisis menunjukan bahwa rendemen minyak yang tertinggi diberikan oleh perlakuan perbandingan daging kelapa dengan air yaitu 1 : 6 b/v dengan penambahan starter 14%. Hal ini disebabkan pada perbandingan tersebut diduga lemak yang ada di dalam substrat merupakan nutrisi yang optimum untuk pertumbuhan starter S. cereviceae. Keadaan ini mengakibatkan pertumbuhan sel selama fermentasi berlangsung baik dan enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme juga semakin banyak, sehingga substrat semakin banyak yang diuraikan oleh enzim membentuk minyak. Perbandingan terkecil didapatkan pada pengenceran 1 : 2 b/v, hal ini dikarenakan kondisi substrat yang terlalu pekat sehingga aktivitas mikroba dalam memecah substrat kurang sempurna sehingga rendemen yang dihasilkan sangat kecil bila dibandingakan dengan pengenceran 1 : 4 dan 1 : 6 (b/v).
Menurut Desrosier (1988), bila substrat terlalu pekat dan kecepatan pengadukan terlalu rendah, maka aktivitas mikroba dalam menguraikan substrat menjadi alkohol terhambat. Sesuai pernyataan tersebut, bubur daging buah kelapa termasuk semi padat sehingga diperlukan aktivitas dan metabolisme S. cereviceae. 
Rendemen tertinggi yang diperoleh yaitu 29,98%, bila dibandingan dengan penelitian sebelumnya hasil yang didapatkan dibawah. Hal ini terjadi karena kandungan lemak daging buah kelapa pada penilitian sebesar 21,04% dan perbedaan pada pembuatannya dimana pada penilitian ini menggunakan bubur daging buah kelapa.
Selama fermentasi dilakukan pengadukan dengan menggunakan shaker menyebabkan medium atau substrat teraduk sehingga terjadi aerasi. Kondisi ini diperlukan untuk menciptakan adanya oksigen yang terlarut di dalam substrat yang diperlukan untuk menciptakan adanya oksigen yang terlarut dalam substrat yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya dalam penguraian substrat. Kebutuhan oksigen pada fermentasi salah satunya dapat dipenuhi dengan cara pengadukan pada media fermentasi. Pengadukan dapat mensuplai oksigen dan mencampurkan cairan fermentasi sehingga membentuk larutan media yang seragam (Stanbury, dkk., 1984).
Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi starter dan waktu fermentasi, serta interaksinya terhadap karakteistik minyak kelapa yang dihasilkan. Analisis yang dilakukan adalah analisis kimia meliputi asam lemak bebas (FFA), angka penyabunan, bilangan iod, dan. Analisis fisik meliputi rendemen,

Asam Lemak Bebas (FFA)
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas terdapat di dalam minyak atau lemak, jumlahnya akan terus bertambah selama proses pengolahan dan penyimpanan. Keberadaan asan lemak bebas biasanya dijadikan indikator awal terjadinya kerusakan minyak.
             Asam lemak bebas adalah asam lemak yang sudah terlepas dari trigliserida karena proses hidrolisis. Asam lemak bebas ini dapat dioksidasi secara autooksidasi atau oleh enzim yang dinamakan lypooksigenase. Oksidasi khususnya terjadi pada asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, dan linolenat yang merupakan asam-asam yang banyak terkandung dalam lemak atu minyak. Dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Hasil akhir pada reaksi tersebut adalah ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak (Ketaren, 2008).
             Berdasarkan hasil analisis (Tabel 2) menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh terhadap asam lemak bebas (FFA) minyak kelapa.

Tabel 2.       Pengaruh Lama Fermentasi  terhadap Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak Kelapa
Lama Fermentasi (W)
Bilangan Asam Rata-rata Minyak Kelapa (%)
w1 (18 jam)
0,24 a
w2 (24 jam)
0,34 b
w3 (30 jam)
0,44 b
Hasil pengujian asam lemak bebas (FFA) pada tabel di atas menunjukkan bahwa lama fermentasi memiliki pengaruh terhadap bilangan asam minyak kelapa. Semakin lama fermentasi, bilangan asam semakin meningkat. Hal ini dikarenakan minyak atau lemak terhidrolisis oleh enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme menjadi asam-asam lemak, gliserol, air, dan energi. Oleh karena itu semakin lama proses fermentasi maka semakin banyak asam-asam lemak yang terbentuk dan bilangan asam yang diperoleh semakin meningkat. Terbentuknya asam lemak bebas oleh reaksi hidrolisis dapat dipercepat oleh adanya air dalam bahan (Sumitro, dkk., 2000).
             Perbedaan lama fermentasi mempunyai kecenderungan semakin lama fermentasi bilangan asam yang dihasilkan semakin besar. Asam lemak bebas diperoleh dari hidrolisis lemak, semakin besar kadar air maka jumlah asam lemaknya semakin besar. Asam lemak bebas terdapat di dalam minyak atau lemak, jumlahnya akan terus bertambah selama proses pengolahan dan penyimpanan. Menurut Ketaren (2008), mikroba memecah rantai asam lemak bebas menjadi senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah dan selanjutnya dioksidasi menghasilkan gas karbondioksida dan air sehingga lama fermentasi mempengaruhi terhadap kadar asam lemak bebas yang dihasilkan. 
             Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi pada umumnya menghasilkan flavor yang tidak disenangi. Reaksi hidrolisis lemak adalah reaksi pelepasan asam lemak bebasdari gliserin dalam struktur molekul lemak. Reaksi hidrolisis terjadi pada lemak yang mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh. Reaksi ini dapat dipicu karena adanya enzim lipase atau pemanasan yang menyebabkan pemutusan ikatan ester dan pelepasan asam lemak bebas. Reaksi hidrolisis dapat terjadi bila ada air dan pemanasan. Penggunaan suhu tinggi menghasilkan energi yang terlalu tinggi, yang dapat memecah struktur lemak. Mula-mula lemak akan dihidrolisis membentuk gliserin dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas dapat menguap, menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak dalam bahan pangan yang berlemak. Asam lemak ini pada umumnya terdapat dalam lemak susu dan lemak nabati (Ketaren, 2008 ; Kusnandar, 2010). 
             Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 1992), bahwa asam lemak bebas maksimal untuk minyak kelapa adalah 5 %. Dari Tabel 17 menunjukan bahwa minyak dari setiap perlakuan tersebut mempunyai asam lemak bebas dibawah standar yang telah ditetapkan SNI. Menurut Herlina, dkk., (2002) menyatakan bahwa bilangan asam pada minyak menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak. Makin tinggi angka asam memberikan indikasi mutu minyak yang dihasilkan kurang baik, karena masih banyaknya asam lemak yang terbebaskan selama proses pengolahan atau penyimpan minyak.
Angka Penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang diperlukan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Besarnya bilangan penyabunan tergantung pada berat molekul minyak. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang tinggi daripada minyak yang mempunyai berat molekul yang tinggi (Ketaren, 2008).
             Berdasarkan hasil analisis angka penyabunan minyak kelapa menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh terhadap angka penyabunan minyak kelapa (Tabel 3).  Sementara perbandingan konsentrasi starter dan interaksi antara perbandingan konsentrasi starter dan lama fermentasi tidak berpengaruh terhadap angka penyabunan pada minyak kelapa yang dihasilkan.

Tabel 3.       Pengaruh Lama Fermentasi  terhadap Angka Penyabunan Minyak Kelapa
Lama Fermentasi
Angka Penyabunan Rata-rata Minyak Kelapa
(mg KOH/g minyak)
w1 (18 jam)
253,03 a
w2 (24 jam)
231,04 b
w3 (30 jam)
216,77 c
Hasil pengujian angka penyabunan menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi memiliki pengaruh terhadap angka penyabunan minyak kelapa. Semakin lama fermentasi angka penyabunan yang didapat semakin kecil. Hal ini dikarenakan minyak atau lemak terhidrolisis oleh enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme menjadi asam-asam lemak, gliserol, air, dan energi. Rendahnya angka penyabunan disebabkan oleh adanya asam-asam lemak jenuh yang berantai panjang yang menjadi asam-asam lemak penyusun contoh minyak. Semakin panjang rantai asam lemak, berat molekulnya akan semakin tinggi sehingga bilangan penyabunan minyak semakin rendah. Oleh karena itu semakin lama proses fermentasi maka semakin banyak asam-asam lemak yang terbentuk dan semakin lama fermentasi angka penyabunan yang didapatkan semakin kecil. Angka penyabunan semakin besar, yang merupakan indikator bahwa minyak yang dihasilkan semakin baik. Selain itu minyak kelapa yang dihasilkan tanpa melalui proses pemanasan sehingga kandungan asam lemaknya cenderung tidak mengalami perubahan (Sumitro, dkk., 2000 dan Fadlana, 2006).
             Reaksi penyabunan terjadi apabila lemak, misalnya gliseril palmintat dipanaskan dengan adanya alkali (sodium hidroksida) yang dapat menyebabkan ester gliserin terkonversi menjadi garam Na-palmintat dan gliserin. Garam asam lemak berantai panjang ini disebut sabun sehingga reaksinya disebut reaksi penyabunan (Kusnandar 2010).

Rendemen
Rendemen minyak adalah perbandingan antara minyak yang dihasilkan dengan bubur daging buah kelapa yang digunakan, dinyatakan dalam %b/b. Berdasarkan hasil analisis rendemen minyak kelapa menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi starter, lama fermentasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak kelapa yang dihasilkan. Pengaruh interaksi antara perbandingan konsentrasi starter dan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.       Pengaruh Interaksi Konsentrasi Starter (I) dengan Lama Fermentasi (I) Terhadap Rendemen Minyak Kelapa (%)
Konsentrasi Starter
Lama Fermentasi
Rendemen (%)
i1
(12%)
w1 (18 jam)
18,91                   
w2 (24 jam)
16,68
w3 (30 jam)
22,12
i2
(14%)
w1 (18 jam)
34,42
w2 (24 jam)
27,97
w3 (30 jam)
35,77
i3
(16%)
w1 (18 jam)
25,98                 
w2 (24 jam)
25,56
w3 (30 jam)
32,22
i4
(18%)
w1 (18 jam)
24,89                 
w2 (24 jam)
20,42
w3 (30 jam)
30,78
i5
(20%)
w1 (18 jam)
22,20               
w2 (24 jam)
20,02
w3 (30 jam)
29,05

Hasil rendemen minyak kelapa pada tabel di atas menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi starter dan lama fermentasi berpengaruh terhadap rendemen minyak kelapa yang dihasilkan. Perbedaan konsentrasi starter dimana semakin tinggi konsentrasi starter yang ditambahkan tidak selalu menghasilkan rendemen yang semakin tinggi. Hal ini dikarenakan perbedaan rendemen minyak yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur kelapa (semakin tua kelapa akan memiliki daging yang semakin tebal), perbedaan jenis dan asal kelapa, lama fermentasi, konsentrasi starter dan adanya minyak yang tertinggal saat pengambilan/pemipetan minyak (Cristianti, dkk., 2009). Konsentrasi starter yang ditambahkan mempengaruhi aktivitas enzim dalam menguraikan substrat. Semakin tinggi konsentrasi starter belum tentu menghasilkan enzim yang optimum, karena kecepatan reaksi hidrolisis enzimatis oleh mikroba S.cereviceae dalam  menghasilkan enzim diantaranya enzim proteolitik dan amilolitik untuk memecah kompinen seperti air, lemak, protein, karbohidrat dan sebagainya sudah mencapai maksimum (Utari, 1989; Rusmanto, 2004). Perbandingan inokulum dan substrat menentukan jumlah minyak yang dihasilkan karena jumlah substrat akan menempati sisi aktif enzim secara tepat, sehingga penembahan substrat berlebih tidak akan mempengaruhi jumlah minyak yang dihasilkan (Kusumayanti, dkk., 2005).
Waktu fermentasi berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya rendemen minyak kelapa yang dihasilkan. Semakin lama fermentasi maka akan terbentuk metabolit produk yang dapat meracuni diri mikroorganisme itu sendiri sehingga mikrooganisme tersebut tidak dapat tumbuh dan memproduksi enzim. Waktu sangat diperlukan enzim untuk menghidrolisis substrat, semakin lama fermentasi maka semakin besar peluang enzim untuk menghidrolisis substrat. Seperti yang diketahui aktivasi enzim selalu dipengaruhi oleh waktu, suhu, dan pH lingkungan dimana enzim itu berada. Semakin lama fermentasi dan suhu maka semakin cepat reaksi enzimatis yang terjadi. Oleh sebab itu perbedaan konsentrasi dan lama fermentasi mempengaruhi aktivitas enzim dalam menguraikan substrat. Penurunan rendemen diduga karena adanya fase kejenuhan untuk mendapatkan kesempatan mengambil sumber energi maupun sumber nutrient, sehingga pada waktu tertentu starter mengalami fase kematian (Utari, 1989).

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, jumlah sel pada starter didapat dengan waktu optimum yaitu 22 jam dengan jumlah sel 180 x 105  sel/ml dan penentuan rasio daging buah kelapa dengan air dimana perbandingan yang terpilih yaitu 1 : 6 b/v dengan rendemen minyak yang didapat 35,77%. Konsentrasi starter memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen. Lama fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap asam lemak bebas (FFA), angka penyabunan, rendemen. Interaksi konsentrasi starter dan lama fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen.

Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakash disampaikan kepada DIKTI yang telah membiayai sepenuhnya penelitian ini melalui program hibah fundamental  no. 0971/K4/KL/2013.

Daftar Pustaka
Agustian, A., S. Friyatno, Supadi dan A. Askin., (2003), Analisis Pengembangan Agro-industri Komoditas Perkebunan Rakyat (Kopi dan Kelapa) dalam Mendukung Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian, Makalah Seminar Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. T.A. 2003. 38 hal.
Anjasari, B., (2003), Kinetika Fermentasi Bubur Daging Buah Kelapa Secara Batch oleh Rhizopus oligosporus L.36 dan Rhizopus oryzae L.16 dan Implikasinya Terhadap Kualitas Minyak Kelapa, Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung.
AOAC, (1995), Official Methods of Analysis, Assoc, Offic. Anal. Chem, Washington, D.C.
Asriani, D., (2006), Pengaruh Moetode Ekstraksi Terhadap Mutu dan Umur Simpan Minyak Kelapa Murni, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Cristianti, L. dan A. H. Prakosa, (2009), Laporan Tugas Akhir Pembuatan Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) dengan Metoda Fermentasi dengan Ragi Tempe., Program DIII Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Desrosier, N.W., (1988), Teknologi Pengawetan Pangan, Penerbit Universitas Indonesia.
Fadlana, M. H., (2006), Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Cara Ekstraksi Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Mutu Minyak yang Dihasilkan Selama Penyimpanan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fardiaz, S., (1992), Mikrobiologi Pangan 1, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Herlina, N, dan M. H. S. Ginting, (2002), Lemak dan Minyak, Fakultas Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sumatra Utara, Medan.
Hidayati, N., dan N. Puspawati, (2007), Angka Peroksida pada Minyak Kelapa Hasil Olahan Tradisional dan Hasil Olahan dengan Penambahan Buah Nanas Muda, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Setia Budi Surakarta.
Ketaren, (2008), Minyak dan lemak Pangan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Kusnandar, F., (2010), Kimia Pangan Komponen Makro, PT. Dian Rakyat, Jakarta.
Kusumayanti, H., dan M.E. Yulianto, (2005), Aplikasi Rhizopus Oligosporus, Rhizopus Oryzae, Isi Tubuh Kepiting dan Enzim Bromelin pada Bioekstraksi Krim Santan Kelapa Menjadi VICO (Virgin Coconut Oil) Serta Sifat-sifat Hasilnya, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Raharjo, S., (2004), Kerusakan Oksidatif Pada Makanan, Pusat Studi Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rindengan, B dan Novarianto, H., (2005), Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa Murni. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Rusmanto, D.P., (2004), Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Minyak Kelapa hasil Ekstraksi Secara Fermentasi, Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Stanbury, P.F., dan A. Whitaker, (1984), Principles Of Fermentation Technology, Pergamon Press, Ocford, New York.
Standar Nasional Indonesia (SNI:01-2902-1992), Mutu dan Cara Uji Minyak Kelapa, Badan Standar Indonesia, Jakarta.
Sukmadi B. dan N.B. Nugroho, (2002), Kajian Penggunaan Inokulum pada Produksi Minyak Kelapa Secara Fermentasi. Jurnal Biosains dan Bioteknologi Indonesia, Vol.2. No.1. 12-17.
Sumitro, D., Sutardi, U. Susanto, dan D. Purwadi, (2000), Produksi Minyak Kelapa Murni Cara Basah Tanpa Pemanasan, Program Studi Teknologi Hasil Perkebunan Sekola Pascasajana, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.  
Umbreit, Wayne W., 1959, Advances In Applied Microbiology, Vol. 1, Rutgers University, New Jersey.
Utari, N., (1989), Ekstraksi Minyak Kelapa Secara Enzimatis: Analisis Sifat Fisoko Kimia Minyak Serta Evaluasi Fungsional dan Nilai Gizi Residu Padatan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor
Winarno, F. G., (1997), Pangan Gizi, Teknologi Konsumen, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.





No comments:

Post a Comment