OPTIMASI PRODUKSI MINYAK KELAPA MELALUI FERMENTASI
BUBUR DAGING BUAH KELAPA (Cocos nucifera
L) menggunakan S.cereviceae
Willy Pranata Widjaja dan Bonita
Anjarsari
Program Studi
Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan
Jl. Dr.
Setiabudhi 193 Bandung 40153
e-mail :
wpranata2001@yahoo.com
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pemanfaatan keseluruhan daging
buah kelapa dalam pembuatan minyak kelapa secara fermentasi. Tujuan dari
penelitian ini adalah menentukan perbandingan kelapa dan air, kecepatan
pengadukan dan konsentrasi inokulum S.
cereviceae terhadap kuantitas dan kualitas minyak yang dihasilkan dari bubur
daging kelapa dengan metode fermentasi.
Tahapan proses meliputi pembuatan starter dan penentuan umur S. Cereviseae, inokulasi, fermentasi, dan
filtrasi. Produk terbaik dicapai pada konsentrasi inokulum 14% dengan kecepatan
pegadukan 200 rpm dan menghasilkan rendemen sebesar 35,77%. Waktu optimum
pembiakan starter adalah 30 jam dengan jumlah sel 185 x 105 sel/ml.
Lama fermentasi memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen.
PENDAHULUAN
Minyak kelapa sering dipergunakan sebagai bahan baku industri dan
pembuatan minyak goreng. Mengingat kebutuhan minyak kelapa di Indonesia terus
meningkat, maka perlu dilakukan berbagai cara untuk memproduksi minyak kelapa
sebanyak-banyaknya. Teknik pembuatan minyak kelapa yang baik dapat meningkatkan
dan menjaga kualitas dan kuantitas minyak yang dihasilkan (Rindengan, dkk.,
2005). Teknologi terbaru pembuatan minyak kelapa saat ini adalah
dengan cara fermentasi dan enzimatik.
Pembuatan minyak kelapa dengan cara fermentasi merupakan salah satu
alternatif untuk mengatasi masalah pada cara tradisional yang dilakukan
pengembangan melalui perbaikan metode, peralatan dan penggunaan sistem untuk
pengendalian proses sehingga diharapkan dapat mengoptimalisasikan produk, baik
kualitis maupun kuantitas. Fermentasi
dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme sebagai inokulum seperti bakteri
dan khamir. Pembuatan minyak kelapa secara fermentasi ini dapat dilakukan dalam
skala besar maupun rumah tangga. Cara fermentasi memiliki beberapa keuntungan
pokok yaitu efektivitas dalam tenaga, waktu relatif singkat dan biaya tidak
terlalu tinggi serta tidak butuh peralatan yang rumit. Minyak kelapa yang
dihasilkan lebih banyak dan warnanya lebih jernih. Beberapa faktor yang
mempengaruhi produksi minyak kelapa secara fermentasi di
antaranya pH, konsentrasi inokulum, suhu, bahan baku kelapa, dan lamanya
fermentasi. Sehingga perlu dilakukan pengkajian untuk mendapatkan kondisi optimal
proses sehingga dihasilkan jumlah dan kualitas minyak kelapa yang lebih optimal
(Sukmadi dkk., 2002).
Ekstraksi
minyak kelapa dengan cara fermentasi oleh S. cereviceae dengan bahan
dasar santan kelapa diperoleh hasil 34,3-37,9%. Hasil ekstraksi dapat maksimal
jika seluruh bagian kelapa dapat dimanfaatkan secara optimal. Namun, sampai
saat ini proses pembuatan minyak kelapa, baik pada industri skala besar atau
kecil ataupun pada lembaga penelitian, diperoleh dari bahan santan hasil
pemerasan kelapa dan sisanya berupa ampas kelapa dibuang. Pembuatan minyak kelapa dari daging buah kelapa berupa
bubur buah daging kelapa diharapkan dapat menghasilkan minyak secara maksimal (Sukmadi dan
Nugroho,
2002).
Pada penelitian ini, fermentasi
bubur daging buah kelapa menggunakan S. cereviceae karena jenis khamir ini
memiliki potensi untuk menghasilkan enzim-enzim penghidrolisis makromolekul terutama karbohidrat, protein,
selulosa, hemiselulosa, dan pektin yang mengikat globula-globula lemak dalam
buah kelapa. S.cereviceae dapat memecah emulsi pada
bubur buah kelapa sehingga lemak atau minyak dapat berpisah. Karbohidrat
terfermentasi sebagai penyedia energi dan sumber karbon untuk biosintesis,
protein yang cukup untuk sintesis protein, garam mineral, dan faktor tumbuh lainnya
sehingga diperoleh lemak (Umbreit, 1959 ;
Rindengan, 2005).
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan baku utama yang digunakan
pada penelitian adalah buah kelapa tua varietas genjah, air, biakan murni S. cereviceae diperoleh
dari koleksi Laboratorium Mikrobiologi Institut Teknologi Bandung. Starter
(media cair) yang digunakan pertumbuhan S. cereviceae adalah YGA yang
terdiri dari 2% glukosa, 1% pepton, 0,5% yeast extract, air kelapa dan
aquades. Bahan kimia yang digunakan adalah Na2SO4, KI,
indikator kanji, CHCl3, KOH, alkohol 95%, dan HCl 0,5N.
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah laminar air flow
cabinet, autoklaf, inkubator, sentrifuge,
shaker, counting chamber, neraca elektrik, blender,
corong, buret, labu erlenmeyer 250 ml, pipet volumetrik
10 ml, gelas ukur 100 ml, gelas kimia 1 L, jarum ose, dan bunsen.
Metode Percobaan
Penelitian
Pendahuluan
Pada
penelitian pendahuluan dilakukan tahapan-tahapan pemeliharaan kultur starter,
pembuatan starter dan penentuan jumlah sel optimum S.cereviceae serta penentuan perbandingan daging buah kelapa dengan
air kelapa.
Pemeliharaan Kultur Starter
Biakan
murni S. cereviceae diremajakan pada agar miring (media YGA), yang
selanjutnya diinkubasi pada suhu 30 0C selama 48 jam. S. cereviceae
pada media YGA ini menjadi stok kultur yang diregenerasi dan akan digunakan
pada pembuatan starter. Bahan-bahan pembuat media tersebut terbuat dari
campuran 2% glukosa, 1% pepton, 0,5% yeast
ekstrak, 1,5% agar bacteriological
95% aquades, kemudian disterilisasi pada suhu 121 0C dan tekanan 1
atm selama 15 menit, lalu dimiringkan hingga membeku (Elevri, 2006).
Pembuatan Starter dan Penentuan Umur S.
cereviceae
Pembuatan media cair YGA yaitu dengan cara mencampurkan bahan-bahan seperti
2% glukosa, 1% pepton, 0,5% yeast extract,
50% air kelapa, 46,5% aquades ke dalam gelas kimia lalu dipanaskan sampai
tercampur rata. Setelah tercampur rata pindahkan ke dalam erlenmeyer 1L
kemudian tutup dengan kapas lalu disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit. Setelah sterilisasi selesai media cair tersebut didinginkan
sampai suhu 27oC. Setelah dingin media tersebut siap digunakan untuk
pembuatan starter.
Biakan murni S.
cereviceae diinokulasi pada media cair YGA. Kemudian diinkubasi pada suhu
30 0C dan dihitung jumlah sel selama
28 jam setiap selang waktu 2 jam (hingga mengalami penurunan jumlah sel pada S. cereviceae) dan diperoleh waktu pertumbuhan jumlah sel yang
optimum.
Penentuan Perbandingan Daging Buah Kelapa dengan Air Kelapa
Daging buah kelapa yang
telah dibersihkan dilakukan pengepingan, selanjutnya dilakukan 3 variasi perbandingan yaitu 1 : 2; 1 : 4 dan 1 : 6. Kemudian dilakukan penghancuran menggunakan
blender selama 10 menit sehingga diperoleh bubur daging buah kelapa yang
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditutup menggunakan kapas (Anjasari,
2003).
Bubur buah kelapa
dengan masing-masing perbandingan di atas ditambahkan konsentrasi starter S. cereviceae sebanyak 14% dan dilakukan
fermentasi selama 24 jam (Doloksaribu, 2010) pada suhu inkubasi 30oC
dengan kecepatan pengadukan 200 rpm. Bubur daging buah kelapa tersebut kemudian
disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 2000 rpm sehingga diperoleh
minyak, air, dan endapan. Perlakuan dengan perolehan rendemen minyak tertinggi
digunakan dalam penelitian utama.
Penelitian
Utama
Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi starter
dan waktu fermentasi, serta interaksinya terhadap karakteistik minyak kelapa
yang dihasilkan. Analisis yang dilakukan adalah analisis fisik yaitu rendemen
dan analisis kimia meliputi: bilangan peroksida, asam lemak bebas (FFA), angka
penyabunan, dan bilangan iod.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Penentuan Umur
Pertumbuhan S. cereviceae
Penentuan
umur pertumbuhan S. cereviceae bertujuan untuk mengetahui jumlah sel yang maksimum selama 2 jam sekali
pada pertumbuhan S. cereviceae dalam media cair YGA . Hasil analisis jumlah sel S. cereviceae pada starter dilakukan dengan menghitung jumlah sel
dengan metoda Petroff-Hausser. Hasil perhitungan jumlah sel pada starter
didapat dengan waktu optimum yaitu 22 jam, jumlah sel berkembang pesat yaitu
mencapai 180 x 106 sel/ml dan
pada waktu ke 26 jam jumlah sel mengalami penurunan, seperti ditunjukkan pada
Gambar 1.
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan S. Cereviceae
Berdasarkan
kurva pertumbuhan S. cereviceae di atas pada jam ke-0 sampai jam ke-2 pertumbuhan sel mengalami fase
adaptasi. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim
mungkin belum disintesis. Jumlah sel pada fase ini mungkin tetap, tetapi
terkadang menurun. Lamanya fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat
tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Pada jam ke-2
sampai jam ke-4 pertumbuhan sel berada pada fase pertumbuhan awal, karena pada
fase ini sel mulai membelah dengan kecepatan yang rendah. Pada jam ke-4 sampai
jam ke-12 pertumbuhan sel berada pada fase pertumbuhan logaritmik, karena pada
fase ini sel mulai membelah dengan cepat dan konstan. Pada fase ini kecepatan
pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH,
kandungan nutrien, kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembapan udara. Pada
jam ke-12 sampai jam ke-16 pertumbuhan sel berada pada fase pertumbuhan lambat,
karena pada fase ini sel mengalami pertumbuhan diperlambat, hal ini disebakan
karena zat nutrisi dalam medium mulai berkurang. Pada jam ke-16 sampai jam
ke-22 pertumbuhan sel berada pada fase pertumbuhan tetap (statis). Pada fase
ini ukuran sel menjadi lebih kecil
karena setiap sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah mulai habis. Pada jam
ke-24 pertumbuhan sel berada pada fase menuju kematian. Pada fase ini jumlah
sel mengalami penurunan, hal ini disebabkan nutrien dalam medium sudah habis
(Fardiaz, 1992). Waktu diperlukan untuk meningkatkan ketahanan sel selama
penyimpanan, perlu disimpan dalam media yang mengandung nutrisi. Terlalu lama
waktu penyimpanan maka kebutuhan nutrisi untuk hidup tidak terpenuhi. Tanpa
adanya nutrisi, maka proses metabolisme S. cereviceae dalam menghasilkan enzim kurang aktif, sehingga
mengakibatkan jumlah sel mengalami penurunan (Elevri, dkk., 2006).
Penentuan
Perbandingan Daging Buah Kelapa dengan Air
Penentuan perbandingan daging buah kelapa dengan
air bertujuan untuk menghasilkan rendemen minyak tertinggi. Rendemen minyak
kelapa merupakan perbandingan antara minyak kelapa yang dihasilkan dengan bubur
daging buah kelapa yang digunakan dan dinyatakan dalam %b/b.
Pengenceran dengan menambah air pada proses
penghancuran daging buah kelapa bertujuan untuk mempercepat proses penghancuran
sel-sel jaringan buah kelapa, selain itu air yang ditambahkan dapat
mengaktifkan enzim-enzim yang terdapat dalam daging buah kelapa (amilase, lipase, protease). Akibatnya
bahan organik berstruktur sederhana (senyawa makromolekul) akan terekstraksi
keluar dari buah kelapa yang telah hancur karena perbedaan tekanan osmosis di
dalam dan di luar sel. Semakin banyak air yang ditambahkan, maka semakin banyak
senyawa molekul dan enzim yang terekstraksi keluar (Winarno, 1997).
Perlakuan yang dilakukan pada percobaan
pendahuluan adalah perbadingan daging kelapa dengan air yaitu 1 : 2, 1 : 4, dan
1 : 6 b/v dalam pembuatan bubur daging buah kelapa yang di fermentasi oleh
starter S.cereviceae dengan
konsentrasi 15% pada suhu 300C, selama 24 jam dengan kecepatan
pengadukan 200rpm. Berdasarkan perlakuan tersebut dilakukan untuk menentukan
rendemen minyak yang dihasilkan dari masing-masing perlakukan. Hasil dari
rendemen minyak kelapa yang diperoleh dari setiap perlakuan dapat dilihat
padaTabel 1.
Tabel 1. Hasil rendemen minyak
yang dihasilkan dari perbandingan daging buah kelapa dan air
Perbandingan
Daging Buah Kelapa dengan Air
|
Rendemen
Minyak (%)
|
1 : 2
|
20,22
|
1 : 4
|
27,73
|
1 : 6
|
29,98
|
Hasil analisis menunjukan bahwa rendemen minyak yang tertinggi diberikan oleh perlakuan
perbandingan daging kelapa dengan air yaitu 1 : 6 b/v dengan
penambahan starter 14%. Hal ini disebabkan pada perbandingan tersebut diduga lemak
yang ada di dalam substrat merupakan nutrisi yang optimum untuk pertumbuhan
starter S. cereviceae. Keadaan ini mengakibatkan pertumbuhan sel
selama fermentasi berlangsung baik dan enzim yang dikeluarkan oleh
mikroorganisme juga semakin banyak, sehingga substrat semakin banyak yang
diuraikan oleh enzim membentuk minyak. Perbandingan terkecil didapatkan pada
pengenceran 1 : 2 b/v, hal ini dikarenakan kondisi substrat yang terlalu pekat
sehingga aktivitas mikroba dalam memecah substrat kurang sempurna sehingga
rendemen yang dihasilkan sangat kecil bila dibandingakan dengan pengenceran 1 :
4 dan 1 : 6 (b/v).
Menurut Desrosier (1988), bila substrat terlalu pekat dan kecepatan pengadukan
terlalu rendah, maka aktivitas mikroba dalam menguraikan substrat menjadi
alkohol terhambat. Sesuai pernyataan tersebut, bubur daging buah kelapa
termasuk semi padat sehingga diperlukan aktivitas dan metabolisme S. cereviceae.
Rendemen tertinggi yang diperoleh yaitu 29,98%, bila dibandingan dengan penelitian sebelumnya hasil yang didapatkan
dibawah. Hal ini terjadi karena kandungan lemak daging buah kelapa pada
penilitian sebesar 21,04% dan perbedaan pada pembuatannya dimana pada
penilitian ini menggunakan bubur daging buah kelapa.
Selama
fermentasi dilakukan pengadukan dengan menggunakan shaker menyebabkan medium atau substrat teraduk sehingga terjadi
aerasi. Kondisi ini diperlukan untuk menciptakan adanya oksigen yang terlarut
di dalam substrat yang diperlukan untuk menciptakan adanya oksigen yang
terlarut dalam substrat yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya
dalam penguraian substrat. Kebutuhan oksigen pada fermentasi salah satunya
dapat dipenuhi dengan cara pengadukan pada media fermentasi. Pengadukan dapat
mensuplai oksigen dan mencampurkan cairan fermentasi sehingga membentuk larutan
media yang seragam (Stanbury, dkk., 1984).
Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi starter dan waktu fermentasi, serta
interaksinya terhadap karakteistik minyak kelapa yang dihasilkan. Analisis yang
dilakukan adalah analisis kimia meliputi asam lemak bebas (FFA), angka
penyabunan, bilangan iod, dan. Analisis fisik meliputi rendemen,
Asam Lemak
Bebas (FFA)
Bilangan
asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas terdapat di
dalam minyak atau lemak, jumlahnya akan terus bertambah selama proses
pengolahan dan penyimpanan. Keberadaan asan lemak bebas biasanya dijadikan
indikator awal terjadinya kerusakan minyak.
Asam lemak bebas adalah asam lemak
yang sudah terlepas dari trigliserida karena proses hidrolisis. Asam lemak
bebas ini dapat dioksidasi secara autooksidasi
atau oleh enzim yang dinamakan lypooksigenase.
Oksidasi khususnya terjadi pada asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat,
linoleat, dan linolenat yang merupakan asam-asam yang banyak terkandung dalam
lemak atu minyak. Dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Hasil akhir pada reaksi tersebut adalah ketengikan
hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak (Ketaren, 2008).
Berdasarkan hasil analisis (Tabel
2) menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh terhadap asam lemak bebas
(FFA) minyak kelapa.
Tabel 2. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak Kelapa
Lama
Fermentasi (W)
|
Bilangan
Asam Rata-rata Minyak Kelapa (%)
|
w1
(18 jam)
|
0,24
a
|
w2
(24 jam)
|
0,34
b
|
w3
(30 jam)
|
0,44
b
|
Hasil pengujian
asam lemak bebas (FFA) pada tabel di atas menunjukkan bahwa lama fermentasi
memiliki pengaruh terhadap bilangan asam minyak kelapa. Semakin lama
fermentasi, bilangan asam semakin meningkat. Hal ini dikarenakan minyak atau
lemak terhidrolisis oleh enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme menjadi
asam-asam lemak, gliserol, air, dan energi. Oleh karena itu semakin lama proses
fermentasi maka semakin banyak asam-asam lemak yang terbentuk dan bilangan asam
yang diperoleh semakin meningkat. Terbentuknya
asam lemak bebas oleh reaksi hidrolisis dapat dipercepat oleh adanya air dalam
bahan (Sumitro, dkk., 2000).
Perbedaan
lama fermentasi mempunyai kecenderungan semakin lama fermentasi bilangan asam
yang dihasilkan semakin besar. Asam lemak bebas diperoleh dari hidrolisis
lemak, semakin besar kadar air maka jumlah asam lemaknya semakin besar. Asam
lemak bebas terdapat di dalam minyak atau lemak, jumlahnya akan terus bertambah
selama proses pengolahan dan penyimpanan. Menurut Ketaren (2008), mikroba
memecah rantai asam lemak bebas menjadi senyawa-senyawa dengan berat molekul
rendah dan selanjutnya dioksidasi menghasilkan gas karbondioksida dan air
sehingga lama fermentasi mempengaruhi terhadap kadar asam lemak bebas yang
dihasilkan.
Asam lemak bebas yang dihasilkan
oleh proses hidrolisis dan oksidasi pada umumnya menghasilkan flavor yang tidak
disenangi. Reaksi hidrolisis lemak adalah reaksi pelepasan asam lemak bebasdari
gliserin dalam struktur molekul lemak. Reaksi hidrolisis terjadi pada lemak
yang mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh. Reaksi ini dapat dipicu karena
adanya enzim lipase atau pemanasan yang menyebabkan pemutusan ikatan ester dan
pelepasan asam lemak bebas. Reaksi hidrolisis dapat terjadi bila ada air dan
pemanasan. Penggunaan suhu tinggi menghasilkan energi yang terlalu tinggi, yang
dapat memecah struktur lemak. Mula-mula lemak akan dihidrolisis membentuk
gliserin dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas dapat menguap, menghasilkan bau
tengik dan rasa yang tidak enak dalam bahan pangan yang berlemak. Asam lemak
ini pada umumnya terdapat dalam lemak susu dan lemak nabati (Ketaren, 2008 ;
Kusnandar, 2010).
Menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI 1992), bahwa asam lemak bebas maksimal untuk minyak
kelapa adalah 5 %. Dari Tabel 17 menunjukan
bahwa minyak dari setiap perlakuan tersebut mempunyai asam lemak bebas dibawah
standar yang telah ditetapkan SNI. Menurut Herlina, dkk., (2002) menyatakan bahwa bilangan asam pada
minyak menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang
terdapat dalam minyak. Makin tinggi angka asam memberikan indikasi mutu minyak
yang dihasilkan kurang baik, karena masih banyaknya asam lemak yang terbebaskan
selama proses pengolahan atau penyimpan minyak.
Angka Penyabunan
Bilangan
penyabunan adalah jumlah alkali yang diperlukan untuk menyabunkan sejumlah contoh
minyak. Besarnya bilangan penyabunan tergantung pada berat molekul minyak.
Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan
yang tinggi daripada minyak yang mempunyai berat molekul yang tinggi (Ketaren,
2008).
Berdasarkan hasil analisis angka
penyabunan minyak kelapa menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh terhadap
angka penyabunan minyak kelapa (Tabel 3). Sementara perbandingan konsentrasi starter dan
interaksi antara perbandingan konsentrasi starter dan lama fermentasi tidak
berpengaruh terhadap angka penyabunan pada minyak kelapa yang dihasilkan.
Tabel 3. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Angka Penyabunan Minyak Kelapa
Lama Fermentasi
|
Angka Penyabunan Rata-rata Minyak
Kelapa
(mg KOH/g minyak) |
w1 (18 jam)
|
253,03 a
|
w2 (24 jam)
|
231,04 b
|
w3 (30 jam)
|
216,77 c
|
Hasil pengujian
angka penyabunan menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi memiliki
pengaruh terhadap angka penyabunan minyak kelapa. Semakin lama fermentasi angka
penyabunan yang didapat semakin kecil. Hal ini dikarenakan minyak atau lemak
terhidrolisis oleh enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme menjadi asam-asam
lemak, gliserol, air, dan energi. Rendahnya angka penyabunan disebabkan
oleh adanya asam-asam lemak jenuh yang berantai panjang yang
menjadi asam-asam lemak penyusun contoh minyak.
Semakin panjang rantai asam lemak, berat molekulnya akan
semakin tinggi sehingga bilangan penyabunan minyak semakin rendah. Oleh karena itu semakin lama proses fermentasi maka
semakin banyak asam-asam lemak yang terbentuk dan semakin lama fermentasi angka
penyabunan yang didapatkan semakin kecil. Angka penyabunan semakin besar, yang
merupakan indikator bahwa minyak yang dihasilkan semakin baik. Selain itu
minyak kelapa yang dihasilkan tanpa melalui proses pemanasan sehingga kandungan
asam lemaknya cenderung tidak mengalami perubahan (Sumitro, dkk., 2000 dan Fadlana, 2006).
Reaksi penyabunan terjadi apabila
lemak, misalnya gliseril palmintat dipanaskan dengan adanya alkali (sodium
hidroksida) yang dapat menyebabkan ester gliserin terkonversi menjadi garam
Na-palmintat dan gliserin. Garam asam lemak berantai panjang ini disebut sabun
sehingga reaksinya disebut reaksi penyabunan (Kusnandar 2010).
Rendemen
Rendemen
minyak adalah perbandingan antara minyak yang dihasilkan dengan bubur daging
buah kelapa yang digunakan, dinyatakan dalam %b/b. Berdasarkan hasil analisis
rendemen minyak kelapa menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi starter, lama
fermentasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak
kelapa yang dihasilkan. Pengaruh interaksi antara perbandingan konsentrasi
starter dan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh Interaksi Konsentrasi Starter
(I) dengan Lama Fermentasi (I) Terhadap Rendemen Minyak Kelapa (%)
Konsentrasi Starter
|
Lama Fermentasi
|
Rendemen (%)
|
i1
(12%)
|
w1 (18 jam)
|
18,91
|
w2 (24 jam)
|
16,68
|
|
w3 (30 jam)
|
22,12
|
|
i2
(14%)
|
w1 (18 jam)
|
34,42
|
w2 (24 jam)
|
27,97
|
|
w3 (30 jam)
|
35,77
|
|
i3
(16%)
|
w1 (18 jam)
|
25,98
|
w2 (24 jam)
|
25,56
|
|
w3 (30 jam)
|
32,22
|
|
i4
(18%)
|
w1 (18 jam)
|
24,89
|
w2 (24 jam)
|
20,42
|
|
w3 (30 jam)
|
30,78
|
|
i5
(20%)
|
w1 (18 jam)
|
22,20
|
w2 (24 jam)
|
20,02
|
|
w3 (30 jam)
|
29,05
|
Hasil rendemen
minyak kelapa pada tabel di atas menunjukkan bahwa
perlakuan konsentrasi starter dan lama fermentasi berpengaruh terhadap rendemen
minyak kelapa yang dihasilkan. Perbedaan
konsentrasi starter dimana semakin tinggi konsentrasi starter yang ditambahkan
tidak selalu menghasilkan rendemen yang semakin tinggi. Hal ini dikarenakan
perbedaan rendemen minyak yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu umur kelapa (semakin tua kelapa akan memiliki daging yang semakin tebal),
perbedaan jenis dan asal kelapa, lama fermentasi, konsentrasi starter dan
adanya minyak yang tertinggal saat pengambilan/pemipetan minyak (Cristianti, dkk., 2009). Konsentrasi starter
yang ditambahkan mempengaruhi aktivitas enzim dalam menguraikan substrat.
Semakin tinggi konsentrasi starter belum tentu menghasilkan enzim yang optimum,
karena kecepatan reaksi hidrolisis enzimatis oleh mikroba S.cereviceae
dalam menghasilkan enzim diantaranya
enzim proteolitik dan amilolitik untuk memecah kompinen seperti air, lemak,
protein, karbohidrat dan sebagainya sudah mencapai
maksimum (Utari,
1989; Rusmanto, 2004). Perbandingan inokulum dan substrat menentukan jumlah
minyak yang dihasilkan karena jumlah substrat akan menempati sisi aktif enzim
secara tepat, sehingga penembahan substrat berlebih tidak akan mempengaruhi
jumlah minyak yang dihasilkan (Kusumayanti,
dkk., 2005).
Waktu
fermentasi berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya rendemen minyak kelapa
yang dihasilkan. Semakin lama fermentasi maka akan terbentuk metabolit produk
yang dapat meracuni diri mikroorganisme itu sendiri sehingga mikrooganisme
tersebut tidak dapat tumbuh dan memproduksi enzim. Waktu sangat diperlukan
enzim untuk menghidrolisis substrat, semakin lama fermentasi maka semakin besar
peluang enzim untuk menghidrolisis substrat. Seperti yang diketahui aktivasi
enzim selalu dipengaruhi oleh waktu, suhu, dan pH lingkungan dimana enzim itu
berada. Semakin lama fermentasi dan suhu maka semakin cepat reaksi enzimatis
yang terjadi. Oleh
sebab itu perbedaan
konsentrasi dan lama fermentasi mempengaruhi aktivitas enzim dalam menguraikan
substrat. Penurunan rendemen diduga karena adanya fase kejenuhan untuk
mendapatkan kesempatan mengambil sumber energi maupun sumber nutrient, sehingga
pada waktu tertentu starter mengalami fase kematian (Utari, 1989).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
jumlah sel
pada starter didapat dengan waktu optimum yaitu 22 jam dengan jumlah sel 180 x
105 sel/ml dan penentuan rasio daging buah kelapa dengan air dimana perbandingan yang
terpilih yaitu 1 : 6 b/v dengan rendemen minyak yang didapat 35,77%. Konsentrasi starter memberikan pengaruh
yang nyata terhadap rendemen. Lama
fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap asam lemak bebas (FFA),
angka penyabunan, rendemen. Interaksi
konsentrasi starter dan lama fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap
rendemen.
Ucapan
Terimakasih
Ucapan terimakash disampaikan kepada DIKTI yang telah membiayai
sepenuhnya penelitian ini melalui program hibah fundamental no. 0971/K4/KL/2013.
Daftar Pustaka
Agustian, A., S. Friyatno, Supadi
dan A. Askin., (2003), Analisis
Pengembangan Agro-industri Komoditas Perkebunan Rakyat (Kopi dan Kelapa) dalam
Mendukung Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian, Makalah Seminar Hasil
Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor.
T.A. 2003. 38 hal.
Anjasari, B.,
(2003), Kinetika Fermentasi Bubur Daging
Buah Kelapa Secara Batch oleh Rhizopus
oligosporus L.36 dan Rhizopus oryzae
L.16 dan Implikasinya Terhadap Kualitas Minyak Kelapa, Disertasi Program
Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung.
AOAC,
(1995), Official Methods of Analysis,
Assoc, Offic. Anal. Chem, Washington, D.C.
Asriani, D., (2006), Pengaruh Moetode Ekstraksi Terhadap Mutu
dan Umur Simpan Minyak Kelapa Murni, Departemen Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Cristianti, L. dan A. H. Prakosa, (2009), Laporan Tugas Akhir
Pembuatan Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) dengan Metoda Fermentasi
dengan Ragi Tempe., Program DIII Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Desrosier, N.W., (1988), Teknologi
Pengawetan Pangan, Penerbit Universitas Indonesia.
Fadlana, M. H., (2006), Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Cara Ekstraksi
Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Mutu Minyak yang Dihasilkan Selama
Penyimpanan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fardiaz, S.,
(1992), Mikrobiologi Pangan 1,
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Herlina, N, dan
M. H. S. Ginting, (2002), Lemak dan
Minyak, Fakultas Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sumatra Utara, Medan.
Hidayati, N.,
dan N. Puspawati, (2007), Angka
Peroksida pada Minyak Kelapa Hasil Olahan Tradisional dan Hasil Olahan dengan
Penambahan Buah Nanas Muda, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Setia Budi
Surakarta.
Ketaren, (2008),
Minyak dan lemak Pangan, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Kusnandar, F.,
(2010), Kimia Pangan Komponen Makro,
PT. Dian Rakyat, Jakarta.
Kusumayanti, H.,
dan M.E. Yulianto, (2005), Aplikasi Rhizopus Oligosporus, Rhizopus Oryzae, Isi Tubuh Kepiting dan
Enzim Bromelin pada Bioekstraksi Krim Santan Kelapa Menjadi VICO (Virgin
Coconut Oil) Serta Sifat-sifat Hasilnya, Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro, Semarang.
Raharjo,
S., (2004), Kerusakan Oksidatif Pada
Makanan, Pusat Studi Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rindengan, B dan
Novarianto, H., (2005), Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa
Murni. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Rusmanto, D.P.,
(2004), Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Minyak Kelapa
hasil Ekstraksi Secara Fermentasi, Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Stanbury, P.F.,
dan A. Whitaker, (1984), Principles Of
Fermentation Technology, Pergamon Press, Ocford, New York.
Standar Nasional
Indonesia (SNI:01-2902-1992), Mutu dan Cara Uji Minyak Kelapa, Badan
Standar Indonesia, Jakarta.
Sukmadi B. dan
N.B. Nugroho, (2002), Kajian Penggunaan
Inokulum pada Produksi Minyak Kelapa Secara Fermentasi. Jurnal Biosains dan Bioteknologi Indonesia, Vol.2.
No.1. 12-17.
Sumitro, D.,
Sutardi, U. Susanto, dan D. Purwadi, (2000), Produksi Minyak Kelapa Murni Cara Basah Tanpa Pemanasan, Program
Studi Teknologi Hasil Perkebunan Sekola Pascasajana, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Umbreit, Wayne
W., 1959, Advances In Applied Microbiology, Vol. 1, Rutgers
University, New Jersey.
Utari, N.,
(1989), Ekstraksi Minyak Kelapa Secara
Enzimatis: Analisis Sifat Fisoko Kimia Minyak Serta Evaluasi Fungsional dan
Nilai Gizi Residu Padatan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor, Bogor
Winarno, F. G.,
(1997), Pangan Gizi, Teknologi Konsumen,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
No comments:
Post a Comment