AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN DAN KANDUNGAN SERAT DARI BERBAGAI JENIS TEMPE KORO
Nurud
Diniyah
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Jember
Jl. Kalimantan
No. 37 Kampus Tegalboto Jember
e-mail : mamorusan_82@yahoo.com
HP. 085259362305
Abstrak
Koro-koroan mempunyai
kandungan protein yang tinggi sehingga berpotensi menjadi bahan pangan sumber
protein nabati untuk pensubstitusi kedelai, sehingga dapat mengurangi
ketergantungan impor kedelai. Tempe adalah salah satu makanan tradisional
Indonesia yang dibuat dari kedelai melalui proses fermentasi kapang, terutama
Rhizopus oligosporus. Di Indonesia terdapat berbagai jenis tempe sesuai dengan
jenis bahan baku yang digunakan. Tempe mempunyai karakteristik yang tidak hanya
memenuhi fungsi pangan secara konvensional, yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan
gizi dan pemuas selera konsumen, tetapi juga mengandung komponen yang
berkhasiat untuk kesehatan.
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan kandungan serat pada tempe berbagai
jenis koro. Dari hasi dan
pembahasan didapatkan bahwa produksi tempe dari berbagai jenis koro dengan cara
dan perlakuan yang sama dengan pembuatan tempe kedelai dapat dihasilkan secara
visual sama dengan kenampakan tempe kedelai. Adapun berdasarkan pengujian
aktivitas antioksidan tempe koro didapatkan hasil bahwa semua jenis koro
memiliki nilai penghambatan terhadap radikal bebas yang cukup tinggi. Nilai
tertinggi diperoleh dari tempe jenis koro benguk. Sedangkan untuk kandungan serat
didapatkan nilai tertinggi terdapat pada tempe dari koro kratok merah.
Kata
kunci: Aktivitas antioksidan,
koro, serat, tempe
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu sumber bahan pangan lokal yang kaya
kandungan proteinnya adalah koro-koroan. Koro-koroan banyak ditemui di lahan
kering atau lahan marjinal. Bentuk biji dan kandungan proteinya yang cukup
tinggi berkisar 17 – 21 % (Subagio dkk., 2003) membuat koro-koroan berpotensi
untuk dijadikan bahan pensubstitusi kedelai.
Tempe merupakan produk fermentasi tradisional yang paling populer di
Indonesia. Produk ini dikonsumsi seluruh lapisan masayarakat secara turun
temurun sebagai sumber protein. Pada awalnya tempe dianggap sebagai pangan
inferior, makanan rakyat kecil dan tidak modern. Pandangan tersebut berubah,
sejak ditemukan berbagai keuntungan baik dari segi gizi maupun khasiat
medisnya. Tempe mempunyai keunggulan-keunggulan lain yaitu mengandung senyawa
aktif (Damardjati, et al., 1996; Astawan, 2004). Khususnya senyawa aktif
yang terdapat dalam tempe, ternyata berpotensi untuk pengobatan maupun
kesehatan. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa tempe kedelai mengandung
senyawa antioksidan (Fujimaki, 1979), senyawa isoflavon yang berfungsi sebagai
antibakteri (Wang dkk., 1994), antikolesterol (BTIG, 1993), antikanker (Ziliken,
1987) dan sebagainya. Penelitian tentang tempe kedelai telah banyak dilakukan
oleh Damardjati, et al., 1996; Astawan 2004, yang menyebutkan bahwa
fermentasi kedelai menjadi tempe dapat meningkatkan mutu gizi. Selain tempe
kedelai, juga dikenal berbagai macam tempe termasuk tempe berbahan koro seperti
tempe koro benguk, tempe koro pedang, tempe koro kratok dan sebagainya.
Tempe mempunyai karakteristik yang tidak hanya memenuhi
fungsi pangan secara konvensional, yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan gizi dan
pemuas selera konsumen, tetapi juga mengandung komponen yang berkhasiat untuk
kesehatan (Widowati, et al., 1999; Zuheid, 2003). Koro-koroan mempunyai
persamaan taksonomi dengan kacang kedelai yang keduanya merupakan tanaman
kacang-kacangan atau Leguminoceae. Dengan perlakuan fermentasi dan ragi
yang sama dengan pembuatan tempe kedelai, maka diharapkan tempe koro-koroan
juga mempunyai kandungan senyawa aktif seperti antioksidan dan serat.
Sampai saat ini kecukupan
protein masyarakat Indonesia pada umumnya masih rendah. Hal ini dikarenakan pangan sumber protein hewani
relatif masih mahal. Untuk itu perlu digali sumber protein lain seperti
koro-koroan. Ditinjau dari kandungan proteinnya, pemanfaatan protein
koro-koroan lokal sebagai bahan pangan mempunyai harapan. Biji koro-koroan
mengandung protein cukup tinggi, yaitu sekitar 18-25 %. Sedangkan kandungan
lemaknya sangat rendah, yaitu antara 0,2-3 % dan kandungan karbohidratnya
relatif tinggi yaitu 50-60 % (Van der Maesen dan Somaatmadja, 1993). Kandungan
proteinnya yang tinggi, keseimbangan asam aminonya baik dan bio-availabilitas
yang tinggi menjadikan protein koro-koroan berpotensi sebagai alternatif
pengganti protein hewani.
Koro-koroan
mempunyai kandungan protein yang tinggi sehingga berpotensi menjadi bahan
pangan sumber protein nabati untuk pensubstitusi kedelai sehingga dapat
mengurangi ketergantungan impor kedelai. Tempe adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang dibuat dari
kedelai melalui poses fermentasi kapang, terutama Rhizopus oligosporus.
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tempe sesuai dengan jenis bahan baku yang
digunakan sehingga dijumpai tempe dari berbagai jenis koro, tempe kecipir,
tempe gembus, dan sebagainya. Tempe mempunyai karakteristik yang tidak
hanya memenuhi fungsi pangan secara konvensional, yaitu sebagai pemenuhan
kebutuhan gizi dan pemuas selera konsumen, tetapi juga mengandung komponen yang
berkhasiat untuk kesehatan (Widowati, et al., 1999; Zuheid, 2003).
Berbagai penelitian menyebutkan
bahwa tempe kedelai mengandung senyawa isoflavon yang berfungsi sebagai
antioksidan, antibakteri, antikolesterol, antikanker dan sebagainya. Salah satu
olahan sederhana koro yaitu dapat dibuat tempe seperti kedelai dengan perlakuan
fermentasi dan jenis mikroorganisme yang sama, maka diharapkan tempe dari
berbagai jenis koro ini juga mempunyai kandungan senyawa aktif dengan tempe
kedelai. Berdasarkan alasan tersebut maka perlu dilakukan penelitian ini yaitu
mencakup pembuatan tempe dari berbagai jenis koro yang kemudian akan dianalisis
aktivitas antioksidan dan kandungan seratnya sehingga berpeluang untuk
kesehatan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan kandungan serat pada
tempe berbagai jenis koro.
Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diraih dari hasil
penelitian ini adalah dapat menyajikan informasi bagi masyarakat mengenai
aktivitas antioksidan dan kandungan serat yang terdapat pada tempe berbagai
jenis koro yang berpotensi dalam kesehatan, mendorong
pengembangan protein-based food yaitu tempe dari koro-koroan yang tersedia di
masing-masing wilayah, sehingga dapat menunjang usaha pemenuhan protein bagi
masyarakat, meningkatkan nilai ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
METODOLOGI
Penelitian
ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Laboratorium Kimia dan
Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, pada
bulan September hingga Desember 2013.
Penelitian ini dilakukan dalam
dua tahap yaitu: 1) pembuatan tempe dari berbagai jenis koro-koroan dan
kedelai, 2) analisis komponen bioaktif yang meliputi aktivitas antioksidan dan
serat pangan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian
eksperimental laboratories. Yang sebelumnya, dilakukan survei bahan baku untuk
mengetahui potensi bahan baku koro-koroan dan pembeliannya di daerah Jember dan
Bondowoso. Pada tahap pertama dilakukan pembuatan tempe dilakukan dengan metode deskriptif. Sedangkan pada tahap kedua
yaitu menganalisis komponen bioaktif yang meliputi aktivitas antioksidan (DPPH)
dan serat pangan. Untuk
menganalisis data dari penelitian pengamatan di tahap kedua digunakan tabel dan
grafik dengan rerata data hasil perhitungan dan standar deviasi.
Adapun parameter pengamatan yang dilakukan untuk analisisnya adalah meliputi aktivitas antioksidan,
menggunakan DPPH (Subagio, Shigemura and Morita, 2001) dan kadar serat pangan (AOAC, 1999).
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Produksi
Tempe
Tempe diproduksi dari berbagai
jenis koro yang meliputi benguk, komak, kratok merah, kratok putih, dan pedang
yang dibandingkan dengan tempe dari kedelai. Pembuatan tempe ini dilakukan pada
kondisi dan cara yang sama dengan penambahan ragi tempe sebanyak 2% dan lama
fermentasi 2 hari. Perbedaan perlakuan hanya didasarkan pada jenis bahan baku
saja. Adapun hasil yang didapatkan dari produksi tempe berbagai jenis koro
dengan kedelai sebagai kontrol dapat dilihat pada Gambar 1.
berbagai jenis tempe koro |
Gambar 1. Foto
Tempe berbagai Jenis Koro dengan Kedelai sebagai Kontrol
Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa kenampakan tempe pada berbagai jenis koro
hampir sama yaitu putih terlapisi oleh miselia ragi tempe. Untuk tempe dari
jenis koro pedang dan kratok putih terlihat sama dengan tempe dari kedelai.
Sedangkan untuk koro kratok merah, komak dan benguk agak terlihat lebih hitam jika
dibandingkan dengan tempe dari koro yang lainnya dan dari tempe kedelai. Hal
ini disebabkan karena secara visual dilihat dari bahan bakunya juga sudah
berbeda (Gambar 2). Koro kratok
merah berwarna merah, komak dan benguk lebih mempunyai kecenderungan berwarna
coklat. Sedangkan, kratok putih dan dan pedang lebih berwarna putih.
Gambar 2. Foto
Bahan Baku berbagai Jenis Koro dan Kedelai
Sedangkan,
kenampakan irisan melintang dari berbagai tempe dapat dilihat pada Gambar 3. Setelah dilakukan pengirisan
maka terlihat hampir sama putih dengan tempe kedelai yaitu untuk tempe dari
koro pedang dan kratok putih tetapi lebih kuning tempe kedelai. Pada koro
benguk, kratok merah dan komak kenampakannya agak berbeda dengan tempe kedelai
yaitu lebih cenderung berwarna kecoklatan.
irisan tempe |
Gambar 3. Foto
Kenampakan Irisan Melintang dari Tempe berbagai Jenis Koro dan Kedelai
Aktivitas
Antioksidan Tempe
Rerata
nilai aktivitas antioksidan yang dinyatakan dalam persen pengikatan radikal
bebas dari tempe berbagai jenis koro dan kedelai sebagai control yaitu berkisar
antara 7,129 – 63,267 (%). Berdasarkan hasil analisis aktivitas antioksidan
dari tempe berbagai jenis koro dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4.
Aktivitas Antioksidan dari Tempe berbagai Jenis Koro dan Kedelai
Padaa
Gambar 4 terlihat bahwa aktivitas antioksidan dari tempe berbagai jenis koro
mempunyai rerata rentang nilai yang sama tetapi untuk tempe dari koro benguk
memiliki aktivitas antioksidan yang sangat tinggi (63,267%) jika dibandingkan
dengan tempe dari jenis koro yang lain. Sedangkan nilai terendah aktivitas
antioksidan didapatkan dari tempe koro kratok merah yaitu 7,129%. Jika
dibandingkan dengan kedelai yang memiliki nilai aktivitas antioksidan sebesar
12,822% maka aktivitas antioksidan tempe dari berbagai jenis koro memiliki
rata-rata nilai yang sama besar, kecuali untuk tempe koro benguk.
Kandungan
Serat Tempe
Rerata
nilai kadar serat tempe dari berbagai jenis koro dan kedelai sebagai control
adalah berkisar 2,490 – 4,961 (%). Grafik kadar serat tempe berbagai jenis koro
ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Kadar Serat dari Tempe berbagai Jenis Koro
Pada
Gambar 5 menunjukkan bahwa rerata kadar serat tempe terendah adalah dari jenis
koro kratok putih yaitu 2,490 % dan tertinggi adalah dari jenis kratok merah
4,961 %. Jika dibandingkan dengan tempe kedelai, hampir semua tempe koro
mempunyai nilai kadar serat lebih rendah tetapi untuk tempe dari kratok merah
memiliki nilai yang lebih besar. Tetapi jika dibandingkan kadar serat tempe
dari SNI (2,4 %), maka kadar serat tempe dari koro memiliki nilai yang lebih
besar
KESIMPULAN
Dari hasi dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa produksi tempe dari
berbagai jenis koro dengan cara dan perlakuan yang sama dengan pembuatan tempe
kedelai dapat dihasilkan secara visual sama dengan kenampakan tempe kedelai.
Adapun berdasarkan pengujian aktivitas antioksidan tempe koro didapatkan hasil
bahwa semua jenis koro memiliki nilai penghambatan terhadap radikal bebas yang
cukup tinggi. Nilai tertinggi diperoleh dari tempe jenis koro benguk. Sedangkan
untuk kadar serat didapatkan nilai tertinggi terdapat pada tempe dari koro
kratok merah.
UCAPAN
TERIMA KASIH
Terima kasih kami ucapkan kepada Lembaga Penelitian Universitas Jember
atas bantuan dana Penelitian ini melalui Program Penelitian Dosen Pemula BOPTN
Universitas Jember tahun 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2005): Ekspor Impor
Tanaman Pangan Tahun 2004. http://agribisnis.deptan.go.id/eksim/2004/exim_tp04.htm. 23 Mei 2005.
AOAC (1999): Official Methods of Analisis of The
Association Official Analitycal Chemistry. Virginia: Arlington.
Astawan, M.
(2004). Potensi Tempe Ditinjau dari Gizi dan Medis. Dalam Astawan, M
(Ed) Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga Serangkai, Solo. Pp 7-16
Damardjati,
D.S., S. Widowati and H. Taslim. (1996). Soybean Processing and
Utilization in Indonesia. Indonesian Agric. Res. And Dev. Journal. Bogor.
Vol 18(1):13-25
Subagio,
A., Shigemura, Y. And Morita. (2001): Color stability and lipid oxidation of a
dried food model to which carotenoids have been added, Food Sci. Technol.
Res.,7:231-234.
Subagio,
A., Windrati, W. S. and Witono, Y (2003): Development of Functional Proteins
From Some Local Non-Oilseed Legumes as Food Additives. Paper presented on
Indonesian Toray Science Foundation (ITSF) Seminar.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi
(1984): Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty,
Yogyakarta.
Van der Maesen dan Somaatmadja, S (1993): Prosea Sumber Daya Nabati Asia Tenggara I,
Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Widowati, S., D.
S. Damardjati dan L. Sukarno. (1999). Kajian Mutu Kedelai dan Pemanfaatannya
dalam Industri Pengolahan Pangan Modern. Buletin Agrobio, BALITBIO, Bogor.
Vol 3(1): 36-44.
Zuheid,
Noor. (2003). The Potential of Legume as Functional Food for Insulin
Independent Diabetes Mellitus. Proc. Internat. Conference on Functional and
Health Foods: Market, Technology & Health Benefit. UGM, Yogyakarta, August
26-27. Pp 167-175.
No comments:
Post a Comment